Selasa, 02 April 2013

Jadwal Liga Champions Perempat Final 2013


Jadwal Liga Champions Perempat Final 2013

Liga Champions Eropa memasuki babak perempat final. Pekan ini akan disuguhi laga pembuka antara dua tim yang bertabur bintang. Barcelona mewakili Spanyol akan bertandang ke markas Paris Saint Germain (PSG). Zlatan Ibrahimovic dan David Beckham siap membahu guna menghadang langkah Barcelona menambah tofi liga champion-nya.
Duel mega bintang ini akan tersaji pada Rabu (3/4/2013) dini hari nanti pukul 02.45 WIB.  Di waktu yang sama, The Bavarians, Bayern Munchen akan menjamu tamu dari Italia, Juventus. Dua tim yang musim ini memiliki kans besar untuk menjuarai liga domestik harus bertemu lebih dini di laga perempat final Liga Champions.
24 jam setelah laga pertama dan kedua, liga champion masih akan menggelar laga sengit lainnya antara Real Madrid melawan Galatasaray dan dua tim kuda hitam Malaga yang akan menjajal tim bertabur pemain muda Borussia Dortmund.
Berikut daftar siaran langsung pertandingan sepakbola tengah pekan, Rabu-Jumat (3-5/4/2013) dini hari WIB:

Leg Satu
Rabu, 3 April 2013
  • PSG vs Barcelona (live SCTV)
  • Bayern Munchen vs Juventus
Kamis, 4 April 2013
  • Real Madrid vs Galatasaray (Live SCTV)
  • Malaga vs Borussia Dortmund
Leg Dua
Rabu, 10 April 2013
  • Galatasaray vs Real Madrid (Live SCTV)
  • Borussia Dortmund vs Malaga
Kamis, 11 April 2013
  • Barcelona vs PSG (Live SCTV)
  • Juventus vs Bayern Munchen
 
Biss Key SCTV untuk siaran Liga Champions :

63 7B 75 00 E5 70 EB 00

63 7B 75 53 E5 70 EB 40

63 7B 75 11 E5 70 EB 22

Berikut daftar channel tv yang menyiarkan liga-liga top eropa :
1. Bundesliga (selain Indosiar)
Thaicom 5 (78,5 BT)
3520 H 28125
Modernine TV
MPEG2/FTA
Vinasat 1 (132 BT)
3433 V 14800
HTV 9
MPEG4/FTA
(terutama pertandingan Sabtu)
Chinasat 6b (115,5 BT)
4100 V 27500
CCTV HD
MPEG4/FTA
(siaran ulang)
2. La Liga (selain trans7 & trans tv)
Thaicom 5 (78,5 BT)
- Hang Meas TV
12313 H 30000
MPEG2/diacak
Full match
- BBTV Ch 7
3764 V 5900
MPEG2/diacak
(20 pertandingan semusim)
- Thai 8
3585 V 30000
MPEG2/diacak
(1 pertandingan per pekan)
- RS Sport La Liga
3880 V 30000
MPEG2/diacak
(Full match)
Vinasat 1 (132 BT)
3433 V 14800
HTV 9
MPEG4/FTA
3. Serie A (selain TVRI)
Vinasat 1 (132 BT)
3433 V 14800
HTV 7
MPEG4/FTA
4. Ligue 1
Asiasat 3s (105,5 BT)
3760 H 26600
TV5 Monde
MPEG2/FTA
(1 partai hari Sabtu)
Thaicom 5 (78,5 BT)
3520 H 28125
Modernine TV
MPEG2/FTA
Vinasat 1 (132 BT)
3433 V 14800
The Thao
MPEG4/FTA
(1 partai hari Minggu)
5.Liga inggris EPL (selain MNC tv & Global tv)
- HTV 9 dan The Thao
Satelit : Vinasat 1
Posisi :132° BT
Frec : 3433 V 14800
MPEG4/Fta
*HTV 9 menyiarkan 1 pertandingan pada Minggu dinihari.
*The Thao menyiarkan semua pertandingan Sabtu malam.
- HTV 1 dan HTV 4
Satelit : Vinasat 1
Posisi : 132° BT
Frec : 11090 H 28125
MPEG4/Fta
*HTV 1 dan HTV 4 menyiarkan 1 pertandingan pada Sabtu
malam.
- Russia 2
Satelit : Yamal 202
Posisi : 49° BT
Frec : 4101 R 10050
MPEG4/Fta
*menyiarkan 2 sampai 4 pertandingan perpekan.
- CTN 3
Satelit : Telstar 18
Posisi : 138° BT
Frec : 3692 H 9628
MPEG2/Fta
*menyiarkan 1 pertandingan pada Sabtu malam.
- PTV Sports
Satelit : Asiasat 3s
Frec : 4090 V 13333
MPEG2/diacak
Biss Key :
- 1A 48 B7 AA E1 1D 25 AA
*menayangkan 4 sampai 5 pertandingan perpekan.
- GETV
Satelit : Thaicom 5
Frec : 3440 H 26666
MPEG2/diacak
*menyiarkan 1 pertandingan pada Sabtu malam.
Semoga berguna… Jika ada yang keliru harap koreksinya..

Sekelumit PBRT DI Kabupaten Sumbawa Barat


Sekelumit PBRT DI Kabupaten Sumbawa Barat

Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga (PBRT) adalah pembangunan yang meletakkan wilayah (locus) pembangunan di tingkat lingkungan sebagai basis utama pembangunan. Masyarakat atau warga di RT merupakan unit komunitas terkecil (grass root) sebagai basis, sekaligus pelaku utama pembangunan dalam mencapai kesejahteraan sosial masyarakat.

Apa sajakah Program Pembangunan Berbasis Rumah Tangga (PBRT)
·       Sistem Informasi Orang Susah (SIOS), berupa pendataan warga di lingkungan RT, pemetaan dan pendataan warga miskin, penyediaan informasi dan data warga miskin dan lainnya.
·       Pemberdayaan masyarakat antara lain meliputi: pemberdayaan ekonomi, seperti program banuan usaha bagi warga miskin, pemberdayaan politik seperti peningkatan kesadaran dan swadaya politik warga, pemberdayaan sosial budaya, seperti pengembangan potensi kearifan lokal dan lainnya.
·       Peningkatan  partisipasi (peran serta) masyarakat antara lain melalui; pelaksanaan dan pengembangan musyawarah Rencana Pembangunan RT (Musrenbang RT), pendampingan warga, pelatihan-pelatihan, dan lainnya.
·       Peningkatan pelayanan dasar seperti bidang kesehatan yakni juru pantau masyarakat, kebersihan lingkungan , dan bidang pendidikan, seperti bantuan pendidikan bagi warga miskin dan lainnya.

Secara umum, tujuan PBRT adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, yang dapat diuraikan menjadi beberapa tujuan, diantaranya;
1.    Meningkatkan dan memperluas peran serta masyarakat dalam proses pembangunan;
2.    Mendorong pembangunan dan penganggaran lebih terarah pada rakyat miskin;
3.  Meningkatkan ketersediaan data, informasi dan pelayanan pembangunan hingga tingkat paling bawah (RT);
4.    Mendorong keterlibatan seluruh pelaku pamangku kepentingan (stakeholders) pembangunan;
5.    Mendorong efisiensi dan efektifitas penganggaran daerah, dan
6.    Mempercepat pertumbuhan (akselerasi) pembangunan.

Beberapa tahapan proses pelaksanaan proses pembangunan berbasis RT di tingkat RT, diantaranya :
1.    Sosialisasi
Sebagai tahap awal dari pelaksanaan program PBRT, pengurus RT harus terlebih dahulu memahami tentang prosedur pelaksanaannya danntujuan dari dilaksanakannya PBRT
2.    Pemetaan sosial (menyusun gambaran umum keadaan warga di lingkungan RT)
Pemetaan sosial adalah kegiatan yang bertujuan untuk: memperoleh gambaran tentang keadaan setiap warga, memahami nilai-nilai, sikap dan sejarah perkembangan warga setempat, serta memahami para aktor (warga) yang ada di lingkungan itu
3.    Mengidentifikasi masalah dan harapan warga:
Menggali informai dan mencatat berbagai macam permasalahan yang terjadi di lingkungan warga, mendiskusikan bersama warga untuk menemukan akar masalah dari masalah.

PBRT adalah inovasi yang terlahir dari sebuah ilham dan mimpi yang kini telah menjadi kenyataan yang saat ini dan selanjutnya dikhtiarkan untuk dimaksimalkan implementasinya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan (konsep sustainability development _UNDP MDGs Program).

PBRT bukan hanya telah membumi namun telah menghasilkan prestasi dan memberikan kebanggaan bagi pemerintah daerah dan masyarakat Sumbawa Barat.
Beberapa catatan penting terhadap keberhasilan inovasi dan kebijakan ini, diantaranya :
1.   Inovasi PBRT ini dinilai sebagai Inovasi Terbaik dalam Sayembara GLG (Good Local Governance) oleh  Pemerintah Provinsi NTB yang bekerjasama dengan GTZ, salah satu NGO/LSM Internasional asal Negara Jerman pada tahun 2008.
2. Pemerintah Daerah kemudian mengusulkan kepada DPRD Kabupaten Sumbawa Barat dan menetapkannya sebagai Peraturan Daerah (Perda No 27 Tahun 2008) tentang PBRT.
3.    Yayasan Inovasi Pemerintah Daerah (YIPD) memberikan asistensi dan pendampingan terhadap keunikan PBRT yang dipadukan dengan 8 Program Utama yang menjadi konsensus negara-negara maju terhadap negara berkembang yang diwujudkan oleh PBB dalam Program UNDP yaitu MDGs (Millenium Development Goals) dan menghantarkan Bupati KSB mempresentasikannya di Negara Jerman dan Media Televisi Swasta Nasional Metro TV pada medio 2009.
4.  Pemerintah Kabupaten Malang mengirimkan peneliti senior dari Universitas Brawijaya (UNIBRAW) untuk mempelajari konsep dan implementasi PBRT dengan mengadakan survey dan observasi di seluruh kecamatan dan beberapa desa sesuai clusternya di Kabupaten Sumbawa Barat.
5.   Implementasi PBRT memang sedang digalakkan. Walaupun banyak sekali tantangan dilapangan namun konsep PBRT ini terus diupayakan menyentuh kebutuhan masyarakat KSB. Beberapa upaya Pemda KSB seperti Pemberian dana stimulus RT/tahunnya, Program Bedah Rumah atas hasil musyawarah RT lebih dari 1185 rumah dan masih berlanjut, Penyediaan dana 150 Juta/tahun untuk Jumantara, Pendirian 720 Koperasi di tingkat RT, Program Dana Stimulus Ekonomi (DSE), kegiatan rutin pengajian dan musyawarah RT dan berbagai kegiatan lainnya menjadi ikhtiar untuk melahirkan RT Teladan, RT Beriman, RT Bebas Miras/Narkoba, RT Sehat, RT Tentram, RT Sadar Hukum, RT Bebas Teroris, RT Usaha/Produktif dan predikat lainnya.
6.   Dalam kajian ilmiah PBRT telah melewati pengujian secara akademis yang menghasilkan sebuah teori baru yang terangkum dalam The KSB’s Models, dan menghantarkan Dr. KH. Zulkifli Muhadli, SH.,MM lulus Cumlaude dan menjadikannya  beliau sebagai seorang Doktor Ilmu Sosial ke-30 di Indonesia. 

Visi KSB Lima Tahun Pertama adalah menjadikan KSB sebagai Kabupaten Percontohan dalam berbagai aspek pembangunan di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Alhamdulillah, masyarakat KSB seharusnya lebih cerdas dan bersyukur karena KSB telah menjadi salah satu Kabupaten Percontohan tersebut. Bukti keberhasilan ke arah sebagai sebuah Kabupaten Percontohan  adalah dimana KSB menjadi pelopor Kabupaten yang menerapkan program pendidikan dan pengobatan gratis, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi diantara kabupaten yang ada di Provinsi  NTB, Kabupaten Kondusifitas Terbaik se-NTB, Desa Siaga satu-satunya di NTB, Sebagai Kabupaten yang berkomitmen tinggi dalam Pemberantasan Buta Aksara di NTB, Pelaksana Wajib Belajar 12 Tahun Pertama dan satu-satunya di NTB bahkan di Indonesia, dan masih banyak lagi indikakator lainnya. Dan yang paling  membanggakan adalah Kabupaten Sumbawa Barat adalah satu-satunya kabupaten di NTB, bahkan di Indoesia, yang berani meletakkan locus partisipasi pembangunan berbasiskan Rukun Tetangga atau yang dikenal dengan PBRT.

PBRT kini telah membumi di Sumbawa Barat, semakin menggema  di Nusa Tenggara Barat dan kini Indonesia ingin belajar terhadap fenomena Program Pembangunan Berbasis RT.  Adalah sebuah keberanian bahwa tatkala Republik Indonesia sejak awal berdirinya meletakkan locus pembangunan pada wilayah kecamatan dan hanya sampai pada tingkat desa, maka sesungguhnya pembangunan barulah sampai pada tingkat struktur terendah pemerintahan sehingga berkembanglah praktik pembangunan yang seolah hanya menjadi kewajiban pemerintah. Namun di KSB pembangunan kemudian diletakkan pada locus terendah bahkan sampai pada titik nadir, yaitu pemberdayaan RT dengan pemahaman bahwa RT bukanlah struktur pemerintahan terendah dan merupakan lembaga swadaya masyarakat yang dapat memahami segala keluhan dan kebutuhan warganya. RT menjadi lembaga superbody yang didalamnya terletak segala tatanan kekuasaan baik sebagai eksekutive, legislative  bahkan yudikatif sekalipun.

BUDAYA POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH

BUDAYA POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH

Oleh : Igusti Firmansyah, S.Sos

Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap mekanisme pemerintahan Negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa kepulauan ini menyebabkan pemmerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap terawasi dari pusat.
 
Setelah rezim orde baru tumbang akibat krisis ekonomi dan tekanan politik massa yang bertubi-tubi (yang juga didukung sejumlah elite) mengakibatkan pemerintahannya sulit dijalankan, terjadi pembalikan atau pembelokan tajam arah kebijakan politik dan perundang-undangan. Sistem politik dan ekonomi menjadi lebih bebas dan terbuka. Pada saat yang sama tekanan internasional makin gencar dan pengaruhnya makin sulit dielakkan.

Barangkali Indonesia menjadi salah satu pilot project internasional terpenting untuk program bimbingan penyesuaian (diri) terhadap tatanan dan kecenderungan global di bidang ekonomi, politik, bahkan sosial-budaya. Paket global itu, khususnya berupa kapitalisme global dan demokrasi, serta tuntutan-tuntutan ikutannya atau kelengkapannya, termasuk gaya hidup dan identitas global. Pemilu 1999 niscaya merupakan momentum penting dalam proyek demokratisasi global.

Tahun 1999 itu pula diundangkan suatu kebijakan yang disebut-sebut sebagai big bang di bidang otonomi daerah, yaitu UU No. 22/1999. Terbukti perubahan yang drastis itu tidak mudah dilakukan. Kontroversi bahkan sudah berlangsung sebelum undang-undang ini diberlakukan secara efektif (tahun 2001), sehingga MPR (pada tahun 2000) mengeluarkan ketetapan yang berisi rekomendasi untuk merevisi UU No. 22/1999 secara mendasar. Kini undang-undang tersebut bahkan sudah diganti dengan UU No. 32/2004. Melalui undang-undang baru ini untuk pertama kalinya di Indonesia diperkenalkan pemilihan kepala daerah secara langsung. Dan, kita sudah mempraktikkannya di beberapa daerah di Jawa Timur dengan hasil yang belum sepenuhnya memuaskan atau masih mengandung sejumlah hal yang mengecewakan.

Secara teoritis (Pratchett, 2004) otonomi daerah dapat diinterpretasi dalam tiga dimensi: freedom from, freedom to, dan pereflesian (kebangkitan) identitas lokal

Interpretasi pertama menekankan pentingnya dimensi kewenangan yang dimiliki daerah atau diskresi, yang dimaknai bebas dari campur tangan pemerintah pusat. Kewenangan ini harus dijamin melalui penetapan ketentuan formal. Semakin besar kewenangan yang dimiliki daerah, berarti semakin besar pula otonominya. Tentu interpretasi ini bisa menjadi sensitif, terutama bila dikaitkan dengan konsep kedaulatan negara dan kebutuhan menjaga keutuhan wilayah, karena dengan penekanan pada freedom from seakan-akan setiap daerah ingin berdaulat sendiri-sendiri.
Kedaulatan negara dan kebutuhan menjaga keutuhan wilayah negara tentu mengharuskan campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat pasti tidak menghendaki ada daerah yang bebas sama sekali dari campur tangannya. Karena itu, dimensi ini tidak dipahami sebagai kewenangan penuh atas suatu wilayah, melainkan kewenangan (penuh) dalam urusan-urusan tertentu di wilayah yang bersangkutan. Ini pun masih memancing perdebatan.

Interpretasi kedua lebih menekankan pada dimensi fungsional atau pencapaian hasil (outcomes) tertentu, yaitu kemampuan daerah untuk memajukan atau mengembangkan daerah dengan mengidentifikasi permasalahan, menetapkan solusi, dan menggalang dukungan serta sumber daya dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat. Dalam hal ini otonomi dimaknai bebas untuk memajukan daerah, bebas untuk berkreasi, dan bebas menggalang dukungan, tidak harus dengan memiliki kewenangan sendiri secara penuh, melainkan justru dengan kerjasama-kerjasama.

Interpretasi ketiga mengartikan otonomi daerah sebagai kesempatan untuk mengekspresikan identitas politik dan budaya daerah. Otonomi daerah memberi kesempatan dan peluang untuk partisipasi dalam pembuatan keputusan dan pengelolaan sumber daya dengan sekaligus mengekspresikan cara-cara lokal, sehingga proses-proses politik lokal makin mengekspresikan dan mengaktualkan identitas politik lokal.

Praktik otonomi daerah selama ini bila ditilik dari tiga dimensi tersebut telah memperlihatkan perkembangan menarik. Dari segi kewenangan (formal) praktis daerah telah menerima seluruh urusan pemerintahan, kecuali beberapa urusan vital yang memang harus diselenggarakan secara terpusat. Beberapa daerah bahkan telah menerima status sebagai daerah dengan otonomi khusus, yang berarti kewenagannya lebih luas lagi. Dari segi kemampuan untuk memajukan daerah, undang-undang (baik UU No. 22/1999 maupun UU No. 32/2004) sebenarnya telah sangat jelas mengamanatkan bahwa otonomi dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mempercepat pembangunan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan pengalaman yang bervariasi, dimensi ini rupanya belum menghasilkan kemajuan yang memuaskan.

Ekspresi budaya lokal, antara lain, tampak dari makin bervariasinya latar belakang politik, sosial, maupun kultural para anggota DPRD. Demikian pula latar belakang para kepala daerah. Artinya, telah terjadi pluralisasi elite politik lokal. Lazimnya perubahan ini akan berakibat langsung pada pembukaan akses dan pola-pola hubungan antara berbagai kelompok sosial dalam masyarakat dan pejabat maupun institusi-institusi resmi dalam pemerintahan. Dalam pandangan politik klasik, misalnya J.S. Mill, perkembangan semacam ini diyakini akan membawa sejumlah kecenderungan positif. Di antaranya akan menjadi instrumen untuk memperkuat inklusi sosial, akan meningkatkan political skill tokoh-tokoh lokal, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada institusi-institusi politik dan pemerintahan.

Yang terjadi di beberapa daerah, pengekspresian identitas lokal seiring otonomi daerah ini adalah semacam perumusan kembali dan penguatan garis-garis eksklusivisme dan parokhialisme, seperti yang tampak pada isu-isu putra daerah, politik kesukuan, politisasi agama, serta kebangkitan adat. Secara demikian, seolah perkembangan masyarakat Indonesia sedang ditarik kembali ke belakang, padahal tantangan nyata ada di depan sebagai sesuatu yang abstrak. Tak jarang para penggiat HAM dihadapkan pada persoalan dilematis, karena di satu sisi yang lokal-lokal itu dapat menjadi mekanisme pertahanan terhadap gempuran eksternal, tetapi pada sisi lain lokalitas itu rentan dieksploitasi dan tak jarang menjadi sarana penindasan baru, antara lain terhadap kebebasan individu, hak perempuan, dan sebagainya.